Dakwah Islam di Namibia : Hidayah Sang Jacob


Jumat di Windhoek Islamic Center, Namibia. Hiruk pikuk jamaah mulai terdengar di kantai dasarnya. Sekitar 50 pria berkemaja dan bercelana. Sisanya, sekitar 50 orang lainnya, berbaju tradisional menyerupai jubah. Mereka bercakap-cakap dengan bahasa yang sulit dimengerti pendatang, bahasa suku mereka. Kebanyakan berasal dari suku Nama, satu dari 13 suku besar di Namibia.
Namun bukan itu yang menarik. Windhoek Islamic Center bukan bangunan yang megah, dengan masjid atau mushala sebagai satu bagiannya. Tempat yang mereka sebut “masjid” ini merupakan bagunan kecil yang menempel di gereja megah yang dibangun pemerintah setempat. “Kami seperti apel yang menggantung di pohon pir,” ujar Imam Ali, pemuda berusia dua puluh tahunan yang menjadi imam shalat.
Apa daya, mendapatkan tanah untuk mendirikan masjid bukan hal gampang. Izin pun berbelit. Namun kKetiadaan masjid, bukan halangan bagi mereka. “Islam sangat berdampak positif di sini, dan jumlah penganutnya kian bertambah,” ujarnya.
Statistik pemerintah menyebut, jumlah penganut Islam adalah 70 ribu orang, sedang penduduk Namibia keseluruhannya adalah 2,031 juta jiwa. Namun Ali tidak sepakat dengan angka resmi ini. “Islam memang baru di sini. Tapi dalam lima tahun ini, kami sudah mengislamkan 20 ribu jiwa,” ujarnya.
Memenangkan hati
Sampai akhir 1980-an, Islam tidak dikenal oleh warga Namibia. Penganut Islam di negeri itu adalah para warga negara asing asal Afrika Selatan. Mereka kebanyakan tinggal Walvis Bay, Luderitz, dan Swakopmund. Hanya sedikit yang tinggal di Windhoek, ibu kota Namibia.
Perkembangan Islam di Namibia tidak bisa dilepaskan dari peran Jacobs Salmaan Dhameer, pejabat Komisi Pemilihan Umum negara itu. Tahun 1980, Jacob diundang hadir dalam Konferensi Islam di Maseru (Lesotho). Perjalanannya ke negeri itu membawa hidayah baginya. Di sana, ia bersyahadat. Jacob menjadi orang kulit hitam pertama di negaranya yang menyatakan diri masuk Islam.
Pulang ke negaranya, dia tidak menjadi Muslim yang pasif. Jacob aktif berdakwah di kalangan sukunya, Suku Nama. Nama Jacob yang sudah populer ditambah dengan citranya yang terkenal “bersih” di masyarakat membuat banyak anggota sukunya yang berpindah agama. Gelombang pindah agama pun diikuti suku-suku yang lain.
Tahun 1980,tak satupun masjid berdiri di Namibia. Kini, ada tujuh masjid yang menjadi pusat kegiatan dakwah di negeri itu. Satu lagi masjid di Katutura tengah dibangun. Katutura adalah kawasan kulit hitam di kota lama Windhoek. Katutura berbatasan dengan Afrika Selatan.
Untuk melanjutkan syiar Islam di negeri itu, banyak pemuda Muslim yang dikirim ke Arab Saudi untuk belajar agama. Saat ini, sekitar 44 mahasiswa Namibia belajar Islam di negeri itu. Selain itu, mereka juga dikirim ke Afrika Selatan. Di sela-sela liburannya, mereka secara bergiliran memberikan pengajaran agama di Windhoek Islamic Center. Imam Ali salah satunya.
Apa yang menarik dari Islam bagi warga Namibia? “Islam adalah agama yang logis. Pesan damai yang dibawa Islam juga gampang diterima,” ujar Ali yang berislan sejak tahun 1999 ini.
Azi Kazombiaze, pemuda berusia 22 tahun yang masuk Islam tahun 2000 mengamini penjelasan Ali. Menurut dia, Islam sangat simpel dan masuk akal. Sebelum memutuskan berislam, ia mempelajari dua agama pada saat yang bersamaan, Islam dan Kristen. “Saya menemukan apa yang saya tanyakan itu dalam Islam.”
Ia aktif berdakwah di lingkungan sebayanya dengan pendekatan seperti saat dia pertama kali mengenal Islam. “Biarkan anak muda membaca banyak kitab suci berbagai macam agama, dengan sendirinya nanti hati mereka tertambat pada Islam,” ujarnya.
Menurut dia, Alquran sangat menarik. Isinya beragam dan ilmiah, namun bahasanya sangat puitis dan gampang dicerna.
Saat ditanya apa yang membuat banyak orang Namibia berpaling pada Islam, Kazombiaze menyatakan, karena persaudaraan dalam Islam yang menembus segala sekat tingkat sosial, etnik, dan bangsa. “Ketika kita sudah bersyahadat, maka kita adalah saudara, tidak ada kasta,” kata dia.
Bagi dia, tuntunan hidup yang ideal adalah Islam. “Islam itu toleran. Ini pula yang membaut orang tua saya tidak mempermasalahkan ketika saya memutuskan untuk berislam,” ujarnya.
Bahkan, sang ayah pernah menyatakan bersyukur anaknya memilih Islam. “Dia tak membayangkan Islam bisa mengubah seseorang menjadi sosok yang beda,” ujarnya terkekeh. Dulu, ia kerap mabuk-mabukan. Waktunya juga lebih banyak dihabiskan bersama teman-temannya untuk bersenang-senang. “Kini saya tidak merokok, tidak minum-minum, dan tidak lagi menjadi biang kerok.”
Bahkan, ia mengaku kerap dipanggil ke penjara untuk berdakwah. “Kata sipir, narapidana yang menjadi mualaf menjadi orang yang lebih baik dan tenang,” tambahnya.
Lain Kazombiaze, lain pula cerita Abdullah Aziz Sayman. Pemuda 24 tahun ini mengaku kenal Islam di Afrika Selatan. Suatu hari di Cape Town, saat tengah makan di sebuah restoran, datang seorang pemuda yang belakangan diketahuinya beragama Islam. “Dia menolak makan, man, hanya karena resto itu juga menyajikan wine,” ujarnya.
Saat itu juga wajahnya berpaling pada pria “aneh” itu. “Tapi pancaran di wajahnya sungguh-sungguh membuat saya ingin mengenalnya lebih jauh,” tambahnya.
Ia segera mengakhiri makan dan mengajaknya mengobrol. Sang pemuda mengaku sebagai Muslim dan mengajaknya datang ke kajian yang diikutinya. “Beberapa kali datang, saya tertarik untuk masuk Islam. Dan waktu kemudian membuktikan, saya tidak salah pilih.”
Islam menuntun umatnya ke jalan hidup yang damai. Bahkan sampai makan pun, ada aturannya. “Sains modern membuktikan, halal dan higienis adalah dua hal penting bagi kesehatan.”
Kalah saing
Dalam hal fasilitas berdakwah, Islam memang “kalah saing” di Namibia. Dakwah lebih mengandalkan pesan dari mulut ke mulut. Sedang agama lain, penyebaran agama mereka ditunjang dengan fasilitas lengkap. Mereka membeli waktu tayang ditelevisi dan siaran di radio setiap hari. Kolom di media massa juga bertebaran pesan-pesan keagamaan.
Namun Ali bilang, semua akan berubah di kemudian hari. “Saat ini memang belum memungkinkan bagi kami untuk itu. Tapi nanti waktu akan mengubah semuanya,” ujarnya optimis. Toh, hanya dengan media mulut pun, Islam pesat berkembang.

The Author

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Morbi eu sem ultrices, porttitor mi eu, euismod ante. Maecenas vitae velit dignissim velit rutrum gravida sit amet eget risus. Donec sit amet mollis nisi, nec commodo est.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar