TAHUKAH ANTUM ? ( bagian I )



Ternyata Yang Melakukan Tahlilan Lebih Melimpah Mengamalkan Sunnah Dan Memperoleh Fadlilah

Selama ini mungkin telah bertebaran persepsi yang terbalik, serampangan juga salah , dari segelintir kalangan pembenci tahlilan yakni bahwa kaum Muslimin yang melakukan tahlilan adalah pelaku bid’ah sesat dan mematikan sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam. Seakan-akan yang melakukan tahlilan telah meninggalkan sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam. Sesungguhnya tudingan semacam ini benar-benar keliru. Sebab kalau dicermati secara seksama dan terperinci, maka sesungguhnya pengamal tahlilan lah yang lebih banyak dan giat melakukan sunnah dan memotivasi kaum Muslimin untuk melakukan sunnah. Masyarakat digiring untuk melakukan sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersama-sama sehingga tercipta sikap kepedulian hingga persatuan kaum Muslimin. Misalnya ketika mengadakan kegiatan tahlilan yang telah menjadi kebiasaan di masyarakat Muslim maka sesungguhnya mereka telah membiasakan diri dengan sunnah-sunnah sebagai berikut :

1. Masyarakat berkumpul dalam sebuah majelis dzikir, perhatikan bukankah ini memang sunnah Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam ?. Banyak hadits yang masyhur tentang hal ini, misalnya :

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الجَنَّةِ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ
“Sesungguhnya Nabi Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda : apabila kalian berjalan ke taman surga maka bergabunglah kalian”, para sahabat bertanya : “apa itu taman surga (riyadlul jannah) ?”, Nabi menjawab : “perkumpulan dzikir”. [1]
لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah sekelompok orang berkumpul dan berdzikir kepada Allah kecuali mereka dikelilingi oleh para Malaikat, diliputi rahmat, diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah sebut mereka di kalangan para Malaikat yang mulia”. [2]
مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوا يَذْكُرُونَ اللهَ، لَا يُرِيدُونَ بِذَلِكَ إِلَّا وَجْهَهُ، إِلَّا نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: أَنْ قُومُوا مَغْفُورًا لَكُمْ، قَدْ بُدِّلَتْ سَيِّئَاتُكُمْ حَسَنَاتٍ
“tidaklah sebuah qaum berkumpul berdzikir kepada Allah, karena mereka tiada menginginkan dengan hal itu kecuali keridlaan Allah, maka malaikat akan menyeru dari langit, bahwa berdirilah kalian dengan pengampunan bagi kalian, sungguh keburukan kalian telah digantikan dengan kebaikan”. [3]

Allah Subhanahu wa Ta’alaa berfirman ;

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِياماً وَقُعُوداً وَعَلى جُنُوبِهِمْ
“(yaitu) orang-orang yang berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring” (QS. Ali Imran : 3)

Ayat ini berkorelasi dengan hadits sebelumnya,[4] yakni juga bermakna majelis dzikir. Itu karena frasa “yadzkuruuna atau mereka berdzikir” adalah dengan lafadz jama’. Artinya berdzikir bersama-sama.

2. Membaca al-Qur’an

Membaca al-Qur’an merupakan amaliyah yang bisa di baca kapan saja juga termasuk daripada dzikir, dan ini lah yang juga dibiasakan dibaca ketika tahlilan. Masyarakat digiring untuk bersama-sama membaca al-Qur’an, lebih itu masyarakat juga di ajarkan kepedualian terhadap yang meninggal dengan menghadiahkan pahalanya kepada orang mati. Hal ini, disamping di tuntut keikhlasan dari yang membaca, juga bagi yang mengajaknya terdapat pahala tersendiri, sebab tiada yang sia-sia ketika mengajak kepada kebaikan.

Surah-surah yang dibaca adalah surah-surah yang memang mudah untuk dibaca oleh masyarakat awam sekalipun sehingga tidak memberatkan atau memudahkan mereka. Misalnya membaca beberapa ayat pada surah al-Baqarah, al-Ikhlas, an-Nas, al-Falaq, Yasiin, dan lain sebagainya. Semua ayat-ayat ini mudah dibaca, sedangkan Allah berfirman :

فَاقْرَؤُا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ
“maka bacalah oleh kalian apa yang mudah dari al-Qur’an” (QS. Al-Muzammil : 20)

Disamping itu banyak fadlilah membaca al-Qur’an, diantaranya sebagaiman yang Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam sabdakan :

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ، اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ، وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ، فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ، تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا، اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ، فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ، وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ، وَلَا تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ
“bacalah oleh kalian al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat kepada pembaca-pembacanya. Bacalah oleh kalian Az-Zahrawayn yakni Surah al-Baqarah dan surah Ali Imran, karena sungguh keduanya akan datang pada hari Qiamat laksana dua gumpalan awan atau laksana dua cahaya yang menyinari atau laknna dua kelompok burung yang (saling) membentangnya sayapnya dimana akan menjadi pembela bagi pembaca keduanya, bacalah surah al-Baqarah karena mengambilnya merupakan keberkahan, dan meninggalkannya mendapat penyesalan, sedangkan para tukang sihir tidak akan mempan dengannya”. [5]

Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam juga bersabda :

مثل المؤمن الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ: كَالأُتْرُجَّةِ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ، وَالمُؤْمِنُ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ، وَيَعْمَلُ بِهِ: كَالتَّمْرَةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلاَ رِيحَ لَهَا، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ: كَالرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ: كَالحَنْظَلَةِ، طَعْمُهَا مُرٌّ - أَوْ خَبِيثٌ - وَرِيحُهَا مُرٌّ
“perumpamaan orang yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan al-Qur’an, seperti buah Utrujah, rasa dan baunya enak. Orang mukmin yang tidak membaca al-Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah kurma, rasanya enak namun tidak beraroma. Orang munafik yang membaca al-Qur’an adalah bagaikan royhanah, baunya menyenangkan namun rasanya pahit. Dan orang munafik yang tidak membaca al-Qur’an bagaikan hanzholah, rasa dan baunya pahit dan tidak enak”.[6]

Juga sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam :

يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ إِذَا دَخَلَ الْجَنَّةَ اقْرَأْ وَاصْعَدْ، فَيَقْرَأُ وَيَصْعَدُ بِكُلِّ آيَةٍ دَرَجَةً حَتَّى يَقْرَأَ آخِرَ شَيْءٍ مَعَهُ
“kelak akan dikatakan kepada shahibul Qur’an (pembaca al-Qur’an) ketika memasuki surga, bacalah kemudian naiklah (derajat), maka kemudian ia membacanya dan naiklah derajatnya dengan tiap-tiap ayat hingga sampai ayat terakhir yang ia baca” [7]

Selain banyaknya fadlilah berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam diatas, juga masing-masing surah dalam al-Qur’an memiliki fadliyah tertentu, seperti surah al-Fatihah yang juga dibaca pada kegiatan tahlilan, dimana diantara fadlilahnya adalah :

قُلْتُ لَهُ: «أَلَمْ تَقُلْ لَأُعَلِّمَنَّكَ سُورَةً هِيَ أَعْظَمُ سُورَةٍ فِي القُرْآنِ ، قَالَ: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ المَثَانِي، وَالقُرْآنُ العَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ
“Aku (Abu Sa’ad al-Mu’alla) bertanya (kembali) kepada Rasulullah : “bukankah tadi engkau berkata : aku akan mengajarkan kamu surah yang paling agung didalam al-Qur’an ?, Rasulullah bersabda : “al-Hamdulillahi Rabbil ‘alamiin (al-Fatihah), ia adalah As-Sab’u al-Matsani dan al-Qur’an yang agung yang telah diberikan”. [8]

Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam juga bersabda :

قَالَ: " أَلَا أُخْبِرُكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ جَابِرٍ بِخَيْرِ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ؟ " قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: " اقْرَأِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ حَتَّى تَخْتِمَهَا
“Maukah engkau aku khabarkan wahai Abdullah bin Jabir tentang surah yang paling bagus didalam al-Qur’an ?, aku (Jabir) berkata : “Iya wahai Rasulullah”, kemudian Rasulullah bersada : “bacalah al-Hamdulillahi rabbil ‘alamii hingga selesai (al-Fatihah)”. [9]

Kemudian juga sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam yang juga terkait dengan surah al-Baqarah :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: بَيْنَمَا جِبْرِيلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَمِعَ نَقِيضًا مِنْ فَوْقِهِ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ، فَقَالَ: " هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلَّا الْيَوْمَ، فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ، فَقَالَ: هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى الْأَرْضِ لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ إِلَّا الْيَوْمَ، فَسَلَّمَ، وَقَالَ: أَبْشِرْ بِنُورَيْنِ أُوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ: فَاتِحَةُ الْكِتَابِ، وَخَوَاتِيمُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ، لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلَّا أُعْطِيتَهُ
“dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : “ketika Jibril duduk di samping Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, mendengar suara dari atasnya, seraya mengangkat kepalanya, kemudian berkata : “pintu ini berasal dari langit yang dibuka pada hari ini yang belum pernah di buka kecuali hari ini, kemudian seorang malaikat turun dari pintu itu, dan berkata Jibaril : “malaikat ini turun ke bumi yang tidak pernah turun kecuali hari ini, maka mengucapkan salam dan berkata : “bergemberilah dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu yang tidak pernah diberikan kepada Nabi sebelum engkau, yakni Fatihatul Kitab (al-Fatihah) dan ayat-ayat penutup surah al-Baqarah, tidaklah engkau membaca satu huruf dari kedua surah tersebut kecuali engkau akan diberi karunia” . [10]

Sebagaimana diketahui bahwa akhir surah al-Baqarah adalah ayat-ayat yang dibaca ketika tahlilan. Disamping itu juga Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda bahwa setan meninggalkan rumah yang dibacakan surah al-Baqarah :

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ، إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
“janganlah jadikan rumah kalian sebagai kuburan, karena sesungguhnya syaithan meninggalkan rumah yang dibacakan didalam surah al-Baqarah” [11]

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ، وَإِنَّ الْبَيْتَ الَّذِي يُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ، لَا يَدْخُلُهُ الشَّيْطَانُ
“sesungguhnya rumah yang dibacakan didalam surah al-Baqarah, niscaya tidak akan dimasuki oleh syaithan” [12]

Ayat Kursiy juga merupakan ayat al-Qur’an yang dibaca ketika tahlilan :

قَالَ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِي أَيُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللهِ مَعَكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: قُلْتُ: اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ . قَالَ: فَضَرَبَ فِي صَدْرِي، وَقَالَ: «وَاللهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “wahai Abul Mundzir, tahukah engkau sebuah ayat dari Kitabullah (al-Qur’an) yang paling agung ?, Abul Munzir berkata : “aku berkata : Allahu Laa Ilaaha Illaa Huwal Hayyum Qayyum (al-Baqarah : 255)”, kemudian Rasulullah menepuk pundakku”, dan beliau bersabda : “semoga Allah mempermudahkan ilmu bagimu wahai Abul Mundzir”. [13]

Didalam Tahlilan juga ada surah al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas :

قَالُوا: وَكَيْفَ يَقْرَأْ ثُلُثَ الْقُرْآنِ؟ قَالَ: قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
“Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : tidakkah salah satu dari kalian mampu membaca pada malam hari seperti tiga al-Qur’an ? sahabat berkata : bagaimana membaca sepertiga al-Qur’an ? Rasulullah menjawab : “Qul Huwallahu Ahad (al-Ikhlas) setara dengan sepertiga al-Qur’an.” [14]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: أَقْبَلْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَ رَجُلًا يَقْرَأُ: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَجَبَتْ . قُلْتُ: مَا وَجَبَتْ؟ قَالَ: الجَنَّةُ
“Dari Abub Hurairah, ia berkata : aku datang bersama Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, kemudian mendengar seorang laki-laki membaca Qul Huwallahu Ahad (surah al-Ikhlas), maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “wajib”, aku berkata ; “wajib apa ?”, Rasulullah bersabda : “Surga”. [15]
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ: بَيْنَا أَنَا أَقُودُ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَاحِلَتَهُ فِي غَزْوَةٍ إِذْ قَالَ: «يَا عُقْبَةُ، قُلْ فَاسْتَمَعْتُ» ، ثُمَّ قَالَ: «يَا عُقْبَةُ، قُلْ فَاسْتَمَعْتُ» ، فَقَالَهَا الثَّالِثَةَ، فَقُلْتُ: مَا أَقُولُ؟، فَقَالَ: «قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ» فَقَرَأَ السُّورَةَ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَرَأَ: «قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ» وَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَرَأَ «قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ» فَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَالَ: «مَا تَعَوَّذَ بِمِثْلِهِنَّ أَحَدٌ»
“dari Uqbah bin Amir al-Juhani, ia berkata : ketika aku menuntun kendaraan Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam dalam sebuah peperangan, tiba-tiba beliau berkata: "Wahai Uqbah, ucapkanlah," aku pun mendengarkan, kemudian beliau berkata (lagi): "Wahai Uqbah, ucapkanlah," aku pun mendengarkan. Dan beliau mengatakannya sampai tiga kali, lalu aku bertanya: "Apa yang aku ucapkan ?" Beliau pun bersabda : “ucapkanlah Qul Huwallahu Ahad (al-Ikhlas), kemudian membacanya sampai akhir , kemudian membaca Qul A’udu bi-Rabill Falaq (al-Falaq), , kemudian membacanya sampai akhir, kemudian membacanya Qul A’udzu bi-Rabbin Nass (an-Nas), kemudian aku membacanya sampai selesai, kemudian beliau bersabda : “tidak ada seorang pun yang berlindung seumpama orang yang berlindung dengannya”. [16]

Dan masih banyak lagi bacaan-bacaan yang terkait al-Qur’an yakni surah al-Qur’an ataupun ayat al-Qur’an yang ada pada tahlilan dimana masing-masing memiliki keutamaan tersendiri. Tentunya tidak mungkin disebutkan dalam tulisan singkat ini.

3. Membaca Shalawat

Membaca shalawat sangat dianjurkan, apalagi pada sebuah majelis dzikir seperti tahlilan, dan banyaknya fadliyah yang terkandung didalamnya, seperti misalnya sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam :

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيئَاتٍ، وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali niscaya Allah bershalawat kepadanya 10 kali, digugurkan sepuluh kesalahan-kesalahannya, dan di angkat sebanyak 10 derajat baginya” [17]

مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا ثُمَّ تَفَرَّقُوا عَنْ غَيْرِ صَلَاةٍ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا تَفَرَّقُوا عَلَى أَنْتَنِ مِنْ رِيحِ الْجِيفَةِ
“tidaklah duduk sebuah qaum kemudian mereka perpisah tanpa bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam kecuali mereka berpisah membawa yang lebih buruk dari bangkai” [18]

أوْلى النَّاسِ بي يَوْمَ القِيامَةَ أَكْثَرُهُمْ عَليَّ صَلاةً
Nabi bersabda : “manusia yang paling utama pada hari qiyamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku”. [19]

لا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيداً وَصَلُّوا عليَّ، فإنَّ صَلاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ
“janganlah kalian jadikan kuburku sebagai ‘ied dan bershalawatlah kepadaku, sebab sungguh shalawat kalian sampai kepadaku seketika kalian berada” . [20]

The Author

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Morbi eu sem ultrices, porttitor mi eu, euismod ante. Maecenas vitae velit dignissim velit rutrum gravida sit amet eget risus. Donec sit amet mollis nisi, nec commodo est.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar